logo yayasan mujahidin

Sedang memuat ...

Berita

Foto Khutbah Jum'at 5 Febuari 2021 | "RESPON TERHADAP LONJAKAN MUSIBAH"

Khutbah Jum'at 5 Febuari 2021 | "RESPON TERHADAP LONJAKAN MUSIBAH"

الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ,يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْن

Oleh: Drs. H. Syahrul Yadi, M.Si

Link Video khutbah : https://www.youtube.com/watch?v=JJzH5ae8ZcE

Kaum Muslimin Sidang Jumat yang berbahagia !!!

Mengawali hadirnya tahun 2021 masehi, betapa Indonesia dikejutkan dengan hadirnya musibah demi musibah. Enam belas hari pertama di bulan januari tercatat yang viral enam musibah besar terjadi dan satu musibah yang sudah lama dan terus terjadi tapi belum berhenti. Musibah-musibah tersebut adalah gempa bumi di Sulawesi Barat, banjir besar di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Semedang, gunung semeru meletus di Lumajang, banjir dan longsor di Menado dan pesawat sriwijaya air 182 jatuh di Kepulauan Seribu serta lonjakan peristiwa terpapah covid-19 mencapai persentase tertinggi dari kasus-kasus di bulan-bulan sebelumnya. Respon seperti apa yang harus dilakukan menurut perspektif Islam?

Pertama; Membumikan Selawat dan Istighfar. Inilah resep dahsyad yang Allah ajarkan yang termuat dalam Al-Quran surah Al-Anfaal (8):33. Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedang kamu berada di antara mereka, dan tidaklah (pula) Allah  akan mengazab mereka sedang mereka meminta ampun”. Sepakat ulama tafsir yang dimaksudkan “kamu di antara meraka” adalah Nabi Muhammad Saw. Bagaimana nabi bisa berada di antara kita sedang nabi sudah wafat? Allah SWT dalam konteks tersirat menjawab (Qs. Al-Baqarah (2):156). Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan orang yang wafat di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. Nabi itu hidup tapi hidupnya berbeda dengan hidup kita yang sekarang ini. Nabi senantiasa berada di tengah-tengah kita, kapan? Antara lain saat kita mengucapkan selawat kepadanya. Ternyata Allah dan para Malaikat memberikan contoh bahwa mereka senantiasa berselawat kepada nabi Muhammad Saw. “Sesungguhnya Allah dan para Malikat berselawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu kepadanya (Qs. Al-Ahdzab(33):56). Selain itu, Allah juga tidak akan menurunkan musibah berupa azab selagi mereka meminta ampun. Menyadari sedalam-dalamnya akan kesalahan dan dosa yang mungkin dilakukan sekali atau berkali-kali, sendiri atau berjamaah, tersembunyi atau ternampakkan maupun dinampakkan. Karena Allah adalah dzat yang memiliki ampunan maupun rahmat yang lebih besar dari dosa yang kita perbuat. Maka jangan pernah malas, jenuh apalagi berhenti meminta ampun kepada-Nya.

Kedua; Latihan masuk surga sebelum masuk surga yang sesungguhnya. Dalam Al-Quran surah 89 Al-Fajar:27-30, Allah mengundang khusus setiap manusia yang memiliki kebiasaan tertentu. Artinya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada-Ku dengan hati yang ridha dan diridhai, masuklah ke dalam jamaah-Ku, dan masuklah kamu ke dalam syurga-Ku”.

Substansi ayat di atas dapat dipahami bahwa orang yang masuk surga Allah SWT kelak saat dipanggil menghadap-Nya minimal terpenuhi tiga syarat:

  1. Punya Jiwa yang Tenang

Mudarris Tafsir Universitas Islam Madinah Dr. Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, mengatakan bahwa “barangsiapa yang tidak tenang jiwanya di dunia dengan syariat Allah dan ketaatan kepada-Nya, maka dia tidak akan merasakan ketenangan di akhirat nanti, bahkan tidaklah mendengar panggilan saat Allah memanggilnya”. Memiliki jiwa yang tenang tidaklah sekedar pasrah menunggu turun dari langit, kemudian tiba-tiba berdiam di jiwa seseorang, tatapi akan besar faktor pencarian manusia untuk memperolehnya dengan kemantapan menjalankan syariat. Mungkin ada seseorang berjiwa tenang tapi tidak akan mendengar panggilan Allah saat Allah memanggilnya nanti, mengapa? Karena ketenangan yang didapat bukan dengan jalan meniti syariat justru paradog dengan syariat. Tenang yang dimaksudkan adalah tenang yang diperoleh melalui kegigihan dan kemantapan menjalankan syariat.

 

  1. Punya Hati yang Puas

Dalam tafsirnya, Syaikh Muhammad bin Saleh As-Syawi mengatakan bahwa “orang yang memiliki hati yang puas terhadap pemberian Allah di dunia, maka dia akan puas pula terhadap pemberian Allah di akhirat nanti”. Jika dianalogikan dengan cermin, maka postur kita yang berada di dua tempat di dalam cermin dan di luar cermin, dapatlah kita katakan tidak berbeda. Analog ini menjawab pertanyaan tentang titik temu antara kehidupan bumi dan kehidupan langit kehidupan dunia dan kehidupan akhirat terdapat sisi-sisi kesamaannya, walaupun pasti jauh berbeda dari faktor kemegahannya. Jadi, orang yang puas, ridha dan menerima apapun pemberian Allah saat ini di dunia ini, maka di langit di akhirat nanti dia akan puas, ridha dan menerima apapun nikmat Allah nanti yang diberikan kepadanya.

 

 

 

  1. Berkumpul dengan Jamaah Allah

Fakar Tafsir abad 14 Hijriyah, Abdurrahman bin Nasir Sa’di mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku” yaitu hamba-hamba Allah yang saleh, yang termuat dalam Al-Quran (surah An-Nisa’ (4):69). Artinya:”Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmatoleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh”. Hamba yang saleh itu dalam makna bebasnya adalah seseorang yang berbuat baik berbasis syariat atau perbuatan baik yang tidak bertentangan dengan syariat. Pantas kalau Allah menghimbau agar hamba-hambaNya berlomba untuk berbuat baik. Karena perbuatan baik itu menjaddi salah satu kunci pembuka syurga. Siapa yang berbuat baik, dan banyak berbuat baik dialah yang menang dalam perlombaan itu maka dialah yang layak dipanggil untuk memasuki syurga Allah SWT.

Kesimpulan: Turunnya musibah apakah ujian, cobaan atau adzab hanya Allah yang tahu pasti. Kewajiban terpenting setiap kita adalah merespon lonjakan musibah dengan membumikan selawat dan istighfar, serta berkewajiban melatih diri untuk masuk surga sebelum masuk surga yang sesungguhnya, agar kita punya jiwa yang tenang, hati yang puas dan selalu berkumpul dengan orang-orang saleh. Semoga Allah senantiasa membimbing, melindungi, menaburkan hidayah dan maunahnya kepada kita semua. Amiiin ya Rabbal ‘Alamiiin.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم